Senin, 02 April 2012

Makalah Pengantar Pendidikan : Permasalahan Pendidikan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Ini dibuktikan antara lain dengan data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per kepala yang menunjukkan, bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Di antara 174 negara di dunia, Indonesia menempati urutan ke-102 (1996), ke-99 (1997), ke-105 (1998), dan ke-109 (1999). Menurut survei Political and Economic Risk Consultant (PERC), kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Posisi Indonesia berada di bawah Vietnam. Data yang dilaporkan The World Economic Forum Swedia (2000), Indonesia memiliki daya saing yang rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang disurvei di dunia. Dan masih menurut survai dari lembaga yang sama Indonesia hanya berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53 negara di dunia. Memasuki abad ke- 21 dunia pendidikan di Indonesia menjadi heboh. Kehebohan tersebut bukan disebabkan oleh kehebatan mutu pendidikan nasional tetapi lebih banyak disebabkan karena kesadaran akan bahaya keterbelakangan pendidikan di Indonesia. Perasan ini disebabkan karena beberapa hal yang mendasar. Salah satunya adalah memasuki abad ke- 21 gelombang globalisasi dirasakan kuat dan terbuka. Kemajaun teknologi dan perubahan yang terjadi memberikan kesadaran baru bahwa Indonesia tidak lagi berdiri sendiri. Indonesia berada di tengah-tengah dunia yang baru, dunia terbuka sehingga orang bebas membandingkan kehidupan dengan negara lain. Yang kita rasakan sekarang adalah adanya ketertinggalan didalam mutu pendidikan. Baik pendidikan formal maupun informal. Dan hasil itu diperoleh setelah kita membandingkannya dengan negara lain. Pendidikan memang telah menjadi penopang dalam meningkatkan sumber daya manusia Indonesia untuk pembangunan bangsa. Oleh karena itu, kita seharusnya dapat meningkatkan sumber daya manusia Indonesia yang tidak kalah bersaing dengan sumber daya manusia di negara-negara lain. Setelah kita amati, nampak jelas bahwa masalah yang serius dalam peningkatan mutu pendidikan di Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan di berbagai jenjang pendidikan, baik pendidikan formal maupun informal. Dan hal itulah yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan yang menghambat penyediaan sumber daya menusia yang mempunyai keahlian dan keterampilan untuk memenuhi pembangunan bangsa di berbagai bidang. Karena hal tersebut, penulis mengangkat tema mengenai permasalahan pendidikan di Indonesia serta penanggulangannya. B. RUMUSAN MASALAH 1. Apa permasalahan pokok pendidikan di Indonesia? 2. Apa saja yang menjadi jenis permasalahan pokok pendidikan? 3. Bagaimana hubungan saling keterkaitan antara masalah-masalah pendidikan? 4. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi berkembangnya masalah pendidikan? 5. Bagaimana solusi dalam menanggulangi masalah pendidikan di Indonesia? C. TUJUAN PENULISAN 1. Untuk dapat menjelaskan permasalahan pokok pendidikan di Indonesia. 2. Untuk dapat mendeskripsikan jenis permasalahan pokok pendidikan di Indonesia. Mendeskripsikan hal-hal yang menjadi penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia. 3. Untuk dapat mengetahui hubungan saling keterkaitan antara masalah-masalah pendidikan 4. Untuk dapat menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi berkembangnya masalah pendidikan. 5. Untuk dapat mendeskripsikan solusi dalam menanggulangi masalah pendidikan di Indonesia. D. MANFAAT PENULISAN 1. Bagi Mahasiwa, dapat menjadi sumber pengetahuan dan bahan kajian belajar dalam rangka meningkatkan prestasi diri pada khususnya dan meningkatkan kualitas pendidikan pada umumnya. 2. Bagi Pemerintah dan Masyarakat (termasuk guru, dosen dan orang tua), dapat menjadi acuan sikap ataupun tindakan yang akan dilakukan untuk mengatasi berbagai permasalahan pendidikan di Indonesia. BAB II PEMBAHASAN Pendidikan mempunyai tugas menyiapkan sumber daya manusia unuk pembangunan. Derap langkah pembangunan selalu diupayakan seirama dengan tuntutan zaman. Perkembangan zaman selalu memunculkan persoalan-persoalan baru yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Bab ini akan mengkaji mengenai permasalahan pokok pendidikan, dan saling keterkaitan antara pokok tersbut, faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangannya dan masalah-masalah aktual beserta cara penanggulangannya. A. PERMASALAHAN POKOK PENDIDIKAN Pada dasarnya ada dua permasalahan pokok pendidikan yang kita hadapai saat ini, yaitu: a. Bagaimana semua warganegara dapat menikmati kesempatan pendidikan. b. Bagaimana pendidikan dapat membekali peserta didik dengan keterampilan kerja yang antap untuk dapat terjun ke dalam kancah kehidupan bermasyarakat. B. JENIS PERMASALAH POKOK PENDIDIKAN Masalah pokok pendidikan yang menjadi kesepakatan nasional yang perlu diprioritaskan penanggulangannya ada empat macam yaitu: masalah pemerataan pendidikan, masalah mutu pendidikan, masalah efisiensi pendidikan, maslah relevansi pendidikan. 1. Masalah Pemerataan Pendidikan Masalah pemerataan pendidikan adalah persoalan bagaimana sistem pendidikan dapat menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya kepada seluruh warganegara untuk memperoleh pendidikan. Pelaksanaan pendidikan yang merata adalah pelaksanaan program pendidikan yang dapat menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya bagi seluruh warga negara Indonesia untuk dapat memperoleh pendidikan. Pemerataan dan perluasan pendidikan atau biasa disebut perluasan keempatan belajar merupakan salah satu sasaran dalam pelaksanaan pembangunan nasional. Hal ini dimaksudkan agar setiap orang mempunyai kesempatan yang sama unutk memperoleh pendidikan. Kesempatan memperoleh pendidikan tersebut tidak dapat dibedakan menurut jenis kelamin, status sosial, agama, amupun letak lokasi geografis. Masalah ini dapat dipecahkan dengan dua cara yaitu dengan cara konvensional dan cara inovatif. Cara konvensional misalnya pembangunan gedung sekolah dan pergantian jam belajar. Cara inovatif misalnya sistem guru kunjung dan Sekolah Terbuka. 2. Masalah Mutu Pendidikan Mutu pendidikan dipermasalahkan jika hasil pendidikan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Masalah mutu pendidikan juga mencakup masalah pemerataan mutu pendidikan. Pemecahan masalah mutu pendidikan dalam garis besarnya meliputi hal-hal yang bersifat fisik dan perangkat lunak, personalia, dan manajemen pendidikan. 3. Masalah Efisiensi Pendidikan Beberapa masalah dalam kaitannya dengan efisiensi pendidikan antara lain: a. Bagaimana memfungsikan tenaga pendidikan. b. Bagaimana sarana dan prasarana pendidikan digunakan c. Bagaimana pendidikan diselenggarakan d. Masalah efisiensi dalam memfungsikan tenaga 4. Masalah Relevansi Pendidikan Sebenarnya kriteria relevansi cukup ideal jika dikaitkan dengan kondisi sistem pendidikan pada umumnya dan gambatan tentang kerjaan yang ada antara lain sebagai berikut. a. Status lembaga pendidikan yang bermacam-macam b. Sistem pendidikan tidak pernah menghasilkan luaran yang siap pakai. Yang ada ialah siap kembang. c. Tidak tersedianya pete kebutuhan tenaga kerja dengan persyaratannya yang digunakan sebagai pedoman oleh lembaga-lembaga pendidikan untuk menyusun programnya. Selain beberapa permasalahan pokok pendidikan di atas, berikut ini akan dipaparkan pula secara khusus beberapa masalah yang dihadapi pendidikan Indonesia. 1. Rendahnya Kualitas Sarana Fisik Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi kita yang gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan tidak lengkap. Sementara laboratorium tidak standar, pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki laboratorium dan sebagainya. Data Balitbang Depdiknas (2003) menyebutkan untuk satuan SD terdapat 146.052 lembaga yang menampung 25.918.898 siswa serta memiliki 865.258 ruang kelas. Dari seluruh ruang kelas tersebut sebanyak 364.440 atau 42,12% berkondisi baik, 299.581 atau 34,62% mengalami kerusakan ringan dan sebanyak 201.237 atau 23,26% mengalami kerusakan berat. Kalau kondisi MI diperhitungkan angka kerusakannya lebih tinggi karena kondisi MI lebih buruk daripada SD pada umumnya. Keadaan ini juga terjadi di SMP, MTs, SMA, MA, dan SMK meskipun dengan persentase yang tidak sama. 2. Rendahnya Kualitas Guru Keadaan guru di Indonesia juga amat memprihatinkan. Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian dan melakukan pengabdian masyarakat. Bukan itu saja, sebagian guru di Indonesia bahkan dinyatakan tidak layak mengajar. Persentase guru menurut kelayakan mengajar dalam tahun 2002-2003 di berbagai satuan pendidikan sbb: untuk SD yang layak mengajar hanya 21,07% (negeri) dan 28,94% (swasta), untuk SMP 54,12% (negeri) dan 60,99% (swasta), untuk SMA 65,29% (negeri) dan 64,73% (swasta), serta untuk SMK yang layak mengajar 55,49% (negeri) dan 58,26% (swasta). Kelayakan mengajar itu jelas berhubungan dengan tingkat pendidikan guru itu sendiri. Data Balitbang Depdiknas (1998) menunjukkan dari sekitar 1,2 juta guru SD/MI hanya 13,8% yang berpendidikan diploma D2-Kependidikan ke atas. Selain itu, dari sekitar 680.000 guru SLTP/MTs baru 38,8% yang berpendidikan diploma D3-Kependidikan ke atas. Di tingkat sekolah menengah, dari 337.503 guru, baru 57,8% yang memiliki pendidikan S1 ke atas. Di tingkat pendidikan tinggi, dari 181.544 dosen, baru 18,86% yang berpendidikan S2 ke atas (3,48% berpendidikan S3). Walaupun guru dan pengajar bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan pendidikan tetapi, pengajaran merupakan titik sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan andil sangat besar pada kualitas pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya. Kualitas guru dan pengajar yang rendah juga dipengaruhi oleh masih rendahnya tingkat kesejahteraan guru. 3. Rendahnya Kesejahteraan Guru Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat rendahnya kualitas pendidikan Indonesia. Berdasarkan survei FGII (Federasi Guru Independen Indonesia) pada pertengahan tahun 2005, idealnya seorang guru menerima gaji bulanan serbesar Rp 3 juta rupiah. Sekarang, pendapatan rata-rata guru PNS per bulan sebesar Rp 1,5 juta. guru bantu Rp, 460 ribu, dan guru honorer di sekolah swasta rata-rata Rp 10 ribu per jam. Dengan pendapatan seperti itu, terang saja, banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan sampingan. Ada yang mengajar lagi di sekolah lain, memberi les pada sore hari, menjadi tukang ojek, pedagang mie rebus, pedagang buku/LKS, pedagang pulsa ponsel, dan sebagainya (Republika, 13 Juli, 2005). Dengan adanya UU Guru dan Dosen, barangkali kesejahteraan guru dan dosen (PNS) agak lumayan. Pasal 10 UU itu sudah memberikan jaminan kelayakan hidup. Di dalam pasal itu disebutkan guru dan dosen akan mendapat penghasilan yang pantas dan memadai, antara lain meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, tunjangan profesi, dan/atau tunjangan khusus serta penghasilan lain yang berkaitan dengan tugasnya. Mereka yang diangkat pemkot/pemkab bagi daerah khusus juga berhak atas rumah dinas. Tapi, kesenjangan kesejahteraan guru swasta dan negeri menjadi masalah lain yang muncul. Di lingkungan pendidikan swasta, masalah kesejahteraan masih sulit mencapai taraf ideal. Diberitakan Pikiran Rakyat 9 Januari 2006, sebanyak 70 persen dari 403 PTS di Jawa Barat dan Banten tidak sanggup untuk menyesuaikan kesejahteraan dosen sesuai dengan amanat UU Guru dan Dosen (Pikiran Rakyat 9 Januari 2006). 4. Rendahnya Prestasi Siswa Dengan keadaan yang demikian itu (rendahnya sarana fisik, kualitas guru, dan kesejahteraan guru) pencapaian prestasi siswa pun menjadi tidak memuaskan. Sebagai misal pencapaian prestasi fisika dan matematika siswa Indonesia di dunia internasional sangat rendah. Menurut Trends in Mathematic and Science Study (TIMSS) 2003 (2004), siswa Indonesia hanya berada di ranking ke-35 dari 44 negara dalam hal prestasi matematika dan di ranking ke-37 dari 44 negara dalam hal prestasi sains. Dalam hal ini prestasi siswa kita jauh di bawah siswa Malaysia dan Singapura sebagai negara tetangga yang terdekat. Dalam hal prestasi, 15 September 2004 lalu United Nations for Development Programme (UNDP) juga telah mengumumkan hasil studi tentang kualitas manusia secara serentak di seluruh dunia melalui laporannya yang berjudul Human Development Report 2004. Di dalam laporan tahunan ini Indonesia hanya menduduki posisi ke-111 dari 177 negara. Apabila dibanding dengan negara-negara tetangga saja, posisi Indonesia berada jauh di bawahnya. Dalam skala internasional, menurut Laporan Bank Dunia (Greaney,1992), studi IEA (Internasional Association for the Evaluation of Educational Achievement) di Asia Timur menunjukan bahwa keterampilan membaca siswa kelas IV SD berada pada peringkat terendah. Rata-rata skor tes membaca untuk siswa SD: 75,5 (Hongkong), 74,0 (Singapura), 65,1 (Thailand), 52,6 (Filipina), dan 51,7 (Indonesia). Anak-anak Indonesia ternyata hanya mampu menguasai 30% dari materi bacaan dan ternyata mereka sulit sekali menjawab soal-soal berbentuk uraian yang memerlukan penalaran. Hal ini mungkin karena mereka sangat terbiasa menghafal dan mengerjakan soal pilihan ganda. Selain itu, hasil studi The Third International Mathematic and Science Study-Repeat-TIMSS-R, 1999 (IEA, 1999) memperlihatkan bahwa, diantara 38 negara peserta, prestasi siswa SLTP kelas 2 Indonesia berada pada urutan ke-32 untuk IPA, ke-34 untuk Matematika. Dalam dunia pendidikan tinggi menurut majalah Asia Week dari 77 universitas yang disurvai di asia pasifik ternyata 4 universitas terbaik di Indonesia hanya mampu menempati peringkat ke-61, ke-68, ke-73 dan ke-75. 5. Kurangnya Pemerataan Kesempatan Pendidikan Kesempatan memperoleh pendidikan masih terbatas pada tingkat Sekolah Dasar. Data Balitbang Departemen Pendidikan Nasional dan Direktorat Jenderal Binbaga Departemen Agama tahun 2000 menunjukan Angka Partisipasi Murni (APM) untuk anak usia SD pada tahun 1999 mencapai 94,4% (28,3 juta siswa). Pencapaian APM ini termasuk kategori tinggi. Angka Partisipasi Murni Pendidikan di SLTP masih rendah yaitu 54, 8% (9,4 juta siswa). Sementara itu layanan pendidikan usia dini masih sangat terbatas. Kegagalan pembinaan dalam usia dini nantinya tentu akan menghambat pengembangan sumber daya manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan kebijakan dan strategi pemerataan pendidikan yang tepat untuk mengatasi masalah ketidakmerataan tersebut. 6. Rendahnya Relevansi Pendidikan Dengan Kebutuhan Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya lulusan yang menganggur. Data BAPPENAS (1996) yang dikumpulkan sejak tahun 1990 menunjukan angka pengangguran terbuka yang dihadapi oleh lulusan SMU sebesar 25,47%, Diploma/S0 sebesar 27,5% dan PT sebesar 36,6%, sedangkan pada periode yang sama pertumbuhan kesempatan kerja cukup tinggi untuk masing-masing tingkat pendidikan yaitu 13,4%, 14,21%, dan 15,07%. Menurut data Balitbang Depdiknas 1999, setiap tahunnya sekitar 3 juta anak putus sekolah dan tidak memiliki keterampilan hidup sehingga menimbulkan masalah ketenagakerjaan tersendiri. Adanya ketidakserasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini disebabkan kurikulum yang materinya kurang funsional terhadap keterampilan yang dibutuhkan ketika peserta didik memasuki dunia kerja. 7. Mahalnya Biaya Pendidikan Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Orang miskin tidak boleh sekolah. Untuk masuk TK dan SDN saja saat ini dibutuhkan biaya Rp 500.000, — sampai Rp 1.000.000. Bahkan ada yang memungut di atas Rp 1 juta. Masuk SLTP/SLTA bisa mencapai Rp 1 juta sampai Rp 5 juta. Makin mahalnya biaya pendidikan sekarang ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang menerapkan MBS (Manajemen Berbasis Sekolah). MBS di Indonesia pada realitanya lebih dimaknai sebagai upaya untuk melakukan mobilisasi dana. Karena itu, Komite Sekolah/Dewan Pendidikan yang merupakan organ MBS selalu disyaratkan adanya unsur pengusaha. Pendidikan berkualitas memang tidak mungkin murah, atau tepatnya, tidak harus murah atau gratis. Tetapi persoalannya siapa yang seharusnya membayarnya? Pemerintahlah sebenarnya yang berkewajiban untuk menjamin setiap warganya memperoleh pendidikan dan menjamin akses masyarakat bawah untuk mendapatkan pendidikan bermutu. Akan tetapi, kenyataannya Pemerintah justru ingin berkilah dari tanggung jawab. Padahal keterbatasan dana tidak dapat dijadikan alasan bagi Pemerintah untuk ‘cuci tangan’. C. SALING KETERKAITAN ANTARA MASALAH-MASALAH PENDIDIKAN Ada dua faktor penghambat perbaikan mutu pendidikan. Yaitu: gerakan perluasan pendidikan untuk melayani pemerataan kesempatan pendidikan bagi rakyat banyak memerlukan penghimpunan dan pengarahan dana dan daya. Faktor kedua, kondisi satuan-satuan pendidikan pada saat demikian mempersulit upaya peningkatan mutu karena jumlah murid dalam kelas terlalu banyak, tenaga pendidik kurang kompeten, sarana yang tidak memadai, dan seterusnya. D. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BERKEMBANGNYA MASALAH PENDIDIKAN Faktor-faktor yang mempengaruhi berkembangnya masalah pendidikan antara lain: perkembangan iptek dan seni, laju pertumbuhan penduduk, aspirasi masyarakat dan keterbelakangan budaya dan sarana kehidupan. 1. Perkembangan IPTEK dan Seni Sejalan dengan berkembangnya arus globalisasi di negara kita, terutama dengan pesatnya peningkatan teknologi komunikasi, membuat segala sesuatu harus dilakukan dengan cepat dan tepat. Implikasinya di dalm masyarakat sangat tersa. Oleh karena itu pendidikan harsu senantiasa menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Seni merupakan kebutuhan hidup manusia. Pengembangan kualitas seni secara terprogram menuntut tersedianya sarana pendidikan tersendiri disamping program-program lain dalam sistem pendidikan. 2. Laju Pertumbuhan Penduduk Masalah kependudukan dan pendidikan bersumber pada 2 hal yaitu:pertambahan penduduk dan penyebaran penduduk. 3. Aspirasi Masyarakat Belakangan ini aspirasi masyarakat semakin meningkat sejalan dengan peningkatan pemahaman masyarakat terhadap ‘reformasi’. Aspirasi tersebut menyangkut kesempatan pendidikan, kelayakan pendidikan dan jaminan terhadap taraf hidup setelah mereka menjalani proses pendidikan. 4. Keterbelakangn Budaya dan Sarana Kehidupan Keterbelakangan budaya disebabkan beberapa hal misalnya letak geografis yang terpencil dan sulit dijangkau, penolakan masyarakat terhadap unsur budaya baru karena dikhawatirkan akan mengikis kebudayaan lama, dan ketidakmampuan ekonomis menyangkut unsur kebudayaan tersebut. E. PERMASALAHAN AKTUAL PENDIDIKAN DAN PENANGGULANGANNYA 1. Permasalahan Aktual Pendidikan di Indonesia Permasalahan aktual pendidikan di Indonesia sangat kompleks dan semakin berkembang sejalan dengan perkembangan zaman dan kemapanan sumber daya manusia. Masalah masalah tersebut antara lain: a. Masalah Keutuhan Pencapaian sasaran b. Masalah Kurikulum c. Masalah Peranan Guru d. Masalah Pendidikan Dasar 9 Tahun 2. Upaya Penanggulangan Beberapa upaya dilakukan untuk menanggulangi masalah masalah aktual tersebut, diantaranya: a. Pendidikan efektif perlu ditingkatkan secara terprogram. b. Pelaksanaan kegaitan kurikuler dan ekstrakurikuler dilakukan dengan penuh kesungguhan dan diperhitungkan dalam penentuan nilai akhir ataupun kelulusan c. Melakukan penyusunan yang mantap terhadap potensi siswa melalui keragaman jenis program studi. d. Memberi perhatian terhadap tenaga kependidikan(prajabatan dan jabatan) Presiden memaparkan beberapa langkah yang akan dilakukan oleh pemerintah dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, antara lain yaitu: 1. Langkah pertama yang akan dilakukan pemerintah, yakni meningkatkan akses terhadap masyarakat untuk bisa menikmati pendidikan di Indonesia. Tolak ukurnya dari angka partisipasi. 2. Langkah kedua, menghilangkan ketidakmerataan dalam akses pendidikan, seperti ketidakmerataan di desa dan kota, serta jender. 3. Langkah ketiga, meningkatkan mutu pendidikan dengan meningkatkan kualifikasi guru dan dosen, serta meningkatkan nilai rata-rata kelulusan dalam ujian nasional. 4. Langkah keempat, pemerintah akan menambah jumlah jenis pendidikan di bidang kompetensi atau profesi sekolah kejuruan. Untuk menyiapkan tenaga siap pakai yang dibutuhkan. 5. Langkah kelima, pemerintah berencana membangun infrastruktur seperti menambah jumlah komputer dan perpustakaan di sekolah-sekolah. 6. Langkah keenam, pemerintah juga meningkatkan anggaran pendidikan. Untuk tahun ini dianggarkan Rp 44 triliun. 7. Langkah ketujuh, adalah penggunaan teknologi informasi dalam aplikasi pendidikan. 8. Langkah terakhir, pembiayaan bagi masyarakat miskin untuk bisa menikmati fasilitas penddikan. BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Pendidikan Indonesia dapat berjalan dengan lancar jika kerja sama antara unsur-unsur pendidikan berlangsung secara harmonis. Pengawasan yang dilakukan pemerintah dan pihak-pihak pendidikan terhadap masalah anggaran pendidikan akan dapat menekan jumlah korupsi dana di dalam dunia pendidikan. B. SARAN 1. Perlu dilakukan perubahan yang lebih mengarah pada kurikulum berbasis kompetensi, serta lebih adaptif terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kebutuhan masyarakat pada saat ini. 2. Perlunya ditingkatkan kualitas pendidik dalam usaha peningkatan mutu pendidikan. hal ini dapat dilakukan dengan meggunakan metoda baru dalam pelaksanaan pembelajaran. 3. Peran sekolah, guru, pemerintah sanganlah penting dalam mengatasi berbagai permasalahan pendidikan di indonesia. DAFTAR PUSTAKA Abidin, Zainal. 2007. Problematika Pendidikan Dewasa Ini. (Online), (http://cafelib.blogspot.com/2007/03/problematika-pendidikan-dewasa-ini.html, diakses pada tanggal 10 Desember 2012) Munib, Achmad. 2009. Pengantar Ilmu Pendidikan. Semarang: Unnes Press Pidarta, Prof. Dr. Made. 2004. Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta Santoso, Slamet Iman. 1980. Laporan Komisi Pembaharuan Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdikbud Tirtarahardja, Umar dan S.L. La Sulo. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar